Rabu, 29 Mei 2013

[Idaman_Group] Ibu Dua Anak Pujuk Teroris London Serahkan Senjata

 



Inline image 1


Inline image 2



Ibu Dua Anak Bujuk Teroris London Serahkan Senjata
YouTube
Ingrid Loyau-Kennett, seorang ibu dua anak menempatkan nyawanya dalam risiko dengan mencoba membujuk dua teroris London untuk menyerahkan senjata mereka.
Foto:


KOMPAS.com — Seorang ibu dua anak menggambarkan bagaimana dia menempatkan nyawanya dalam risiko dengan mencoba membujukdua teroris London untuk menyerahkan senjata mereka. Kedua teroris itu baru saja menabrak kemudian memenggal seorang pria yang dikatakan sebagai tentara Inggris di sebuah jalan di London, Rabu (22/5/2013). Serangan itu sendiri mengguncang London, dan sejumlah media Inggris melukiskannya sebagai "melampaui akal sehat".

Ingrid Loyau-Kennett, nama ibu dua anak itu, merupakan seorang pembimbing pramuka remaja. Ia terekam kamera berbicara dengan kedua teroris itu dan tidak ciut nyalinya ketika salah satu dari mereka mengatakan, "Kami ingin memulai perang di London malam ini."

Loyau-Kennett, 48 tahun, dari Cornwall, merupakan salah satu dari sejumlah orang pertama yang berada di tempat kejadian setelah dua teroris itu membantai tentara itu di Woolwich, London tenggara. Dalam rekaman yang beredar, Loyau-Kennett tampak sedang menghadapi salah satu penyerang, yang memegang pisau berlumuran darah.

Perempuan itu penumpang bus nomor 53 yang melewati lokasi kejadian. Dia melompat keluar bus untuk memeriksa denyut nadi tentara itu. "Sebagai pendamping remaja, saya punya pengetahuan tentang pertolongan pertama," katanya seperti dikutip Daily Telegraph. "Jadi, ketika saya melihat orang (tentara) itu di jalanan, saya pikir itu kecelakaan. Lalu, saya mengetahui orang itu meninggal. Saya tidak bisa merasakan denyut nadi apa pun. Dan kemudian saya lihat pria kulit hitam itu dengan sebuah revolver dan pisau dapur. Dia punya apa yang tampaknya seperti alat-alat tukang daging dan dia punya kapak kecil, untuk potong tulang, dan dua pisau besar dan dia berkata 'Pindahkan mayat itu'. Jadi, saya pikir, 'Ok. Saya tidak tahu apa yang terjadi. Pria kulit hitam itu berlumuran darah. Saya pikir saya lebih baik mulai berbicara kepadanya sebelum ia mulai menyerang orang lain. Saya pikir orang-orang seperti ini biasanya punya pesan, jadi saya bilang, 'Apa yang Anda inginkan?'

"Saya bertanya, apakah dia yang melakukan (pembunuhan) itu dan dia berkata 'ya'. Saya tanya 'mengapa?' Dan dia menjawab karena dia (korban) telah membunuh orang Muslim di negara-negara Muslim. Dia mengatakan, korban seorang tentara Inggris. Saya katakan, 'Benarkah?' Dia menjawab, "Saya membunuhnya karena dia membunuh orang-orang Muslim dan saya muak dengan orang-orang yang membunuh orang Muslim di Afganistan. Mereka tidak punya alasan berada di sana."

Ketika Loyau-Kennett tiba di tempat kejadian, kedua pembunuh itu berkeliaran di John Wilson Street menunggu polisi datang agar mereka bisa melancarkan konfrontasi terakhir dengan polisi.

Perempuan itu mengungkapkan, "Saya mulai berbicara dengannya dan saya mulai melihat lebih banyak senjata dan pria yang di belakangnya juga punya sejumlah senjata. Saat itu, orang-orang sudah mulai berkumpul di sekitar lokasi. Saya pikir, oke, saya harus membuat dia terus berbicara dengan saya sebelum ia melihat segala sesuatu di sekitarnya. Dia tidak terpengaruh obat, tidak mabuk, dia bukan seorang pencandu alkohol. Dia hanya tertekan, marah. Dia sangat terkendali atas keputusannya dan siap untuk melakukan apa saja yang dia ingin lakukan."

"Saya mengatakan, 'Baiklah sekarang. Namun, kalian melawan orang banyak. Anda akan kalah. Apa yang akan Anda ingin lakukan?'" Dia menjawab, "Saya ingin bertahan dan bertempur."

Teroris bertopi hitam itu kemudian berbicara dengan orang lain, dan Loyau-Kennett mencoba untuk mendekati pria lain yang mengenakan mantel berwarna cerah. Ibu itu berkata, "Yang satu lagi jauh lebih pemalu dan saya mendekatinya, dan bilang, "Nah, bagaimana dengan Anda? Apakah Anda ingin memberikan ke saya apa yang ada di tangan Anda? Saya tidak ingin mengatakan senjata, tapi saya pikir semua itu lebih baik berada di tangan seseorang seperti saya ketimbang orang-orang lain di sana. Lagi pula, anak-anak mulai pulang sekolah."

Loyau-Kennett bukan satu-satunya perempuan yang menunjukkan keberanian yang luar biasa di jalan di Woolwich itu. Para perempuan lainnya menutupi jenazah tentara itu saat para teroris tersebut berdiri di sekitar mereka.

Joe Tallant, 20 tahun, yang tinggal di dekat lokasi kejadian, mengatakan bahwa seorang teman (perempuan) dan ibu teman itu membantu tentara itu saat ia terbaring sekarat di jalanan. "Ibunya begitu berani, dia tidak peduli apa yang terjadi padanya," kata Joe. "Dia berlutut di sisi tentara itu dan menghiburnya. Dia memegang tangannya dan meletakkan tangannya yang lain di dadanya. Saya pikir dia mungkin berdoa." 

Para pejabat dan politikus Inggris memuji keberanian para perempuan itu. Sejumlah anggota parlemen memuji "keberanian luar biasa" para perempuan itu dan mempersoalkan mengapa polisi butuh waktu 20 menit untuk tiba di tempat kejadian, sementara nyawa warga yang berada di sana berada dalam bahaya. 

Daily Telegraph yang mengutip sebuah sumber pihak keamanan melaporkan, keterlambatan reaksi polisi bersenjata "sangat mengejutkan" karena ada polisi bersenjata di Woolwich Crown Court, yang hanya empat kilometer jauhnya dari lokasi kejadian.


Tersangka Pemenggalan, Pernah Ditangkap di Kenya
Minggu, 26 Mei 2013 | 06:14 WIB
Dibaca: 20997
|
Share:
Tersangka Pemenggalan, Pernah Ditangkap di KenyaTelegraphTersangka pemenggalan di London, Michael Adebolajo (dilingkari) saat menjalani sidang di pengadilan Mombasa, Kenya. Adebolajo ternyata pernah ditangkap aparat keamanan Kenya tiga tahun lalu karena merekrut para pemuda untuk bergabung dengan kelompok militan Somalia, Al-Shaabab.

LONDON, KOMPAS.com - Harian The Sunday Telegraph mendapat bukti bahwa salah seorang tersangka pemenggalan prajurit di London, Michael Adebolajo, pernah ditahan kepolisian Kenya di dekat perbatasan Somalia pada 2010.

Saat itu, Adebolajo ditahan bersama sekelompok pemuda yang ingin bergabung dengan kelompok militan Somalia, Al-Shabab. Pemerintah Kenya kemudian mendeportasi Adebolajo ke Inggris setelah sempat menjalani proses pengadilan di Mombasa, November 2010.

Dari penelusuran The Sunday Telegraph, Adebolajo ditangkap aparat keamanan Kenya di kota pesisir Lamu, sebelum dibawa ke Mombasa tempat dia kemudian ditahan.

Berdasarkan pemberitaan media Kenya saat itu, Adebolajo dan kelompoknya yang berusia antara 18-22 tahun menggunakan perahu motor dari Pulau Lamu menuju desa Kizingitini.

Dalam penggrebekan, polisi menemukan sejumlah selebaran terkait Al-Shabab. Diduga kuat Adebolajo merupakan otak perekrutan anak-anak muda untuk bergabung dengan Al-Shaabab.

Fakta ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengapa aparat keamanan Inggris tidak mengawasi Adebolajo dengan ketat setelah dia dideportasi dari Kenya.

Padahal sesuai undang-undang anti-terorisme 2006 yang berlaku di Inggris, disebutkan bahwa seseorang yang pergi ke luar negeri lalu melakukan aksi terorisme atau ikut pelatihan terorisme melanggar hukum.

Selain itu, berbagai bukti yang diperoleh pemerintah Kenya, seharusnya bisa digunakan untuk menuntut Adebolajo atas tindakan terorisme di Inggris.

Dua bulan sebelum penangkapan Adebolajo di Kenya, direktur MI5 -dinas intelijen dalam negeri Inggris- menyatakan sejumlah warga Inggris berada di Somalia.

Direktur MI5 saat itu mengatakan, cepat atau lambat aksi terorisme akan terjadi di jalanan Inggris karena terinspirasi mereka yang bertempur bersama al-Shaabab.

 

Sumber :
Editor :
Ervan Hardoko

__._,_.___
Recent Activity:
.

__,_._,___

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sila tinggal saran